A. Definisi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
HAKI merupakan hak eksklusif yang
diberikan negara kepada seseorang, sekelompok orang, maupun lembaga
untuk memegang kuasa dalam menggunakan dan mendapatkan manfaat dari
kekayaan intelektual yang dimiliki atau diciptakan. Istilah HAKI
merupakan terjemahan dari Intellectual Property Right (IPR), sebagaimana diatur dalam undang-undang No. 7 Tahun 1994 tentang pengesahan WTO (Agreement Establishing The World Trade Organization). Pengertian Intellectual Property Right sendiri
adalah pemahaman mengenai hak atas kekayaan yang timbul dari kemampuan
intelektual manusia, yang mempunyai hubungan dengan hak seseorang secara
pribadi yaitu hak asasi manusia (human right).
Istilah HAKI sebelumnya bernama
Hak Milik Intelektual yang selama ini digunakan. Menurut Bambang Kesowo,
istilah Hak Milik Intelektual belum menggambarkan unsur-unsur pokok
yang membentuk pengertian Intellectual Property Right, yaitu
hak kekayaan dari kemampuan Intelektual. Istilah Hak Milik Intelektual
(HMI) masih banyak digunakan karena dianggap logis untuk memilih langkah
yang konsisten dalam kerangka berpikir yuridis normatif. Istilah HMI
ini bersumber pada konsepsi Hak Milik Kebendaan yang tercantum pada KUH
Perdata Pasal 499, 501, 502, 503, 504.
B. Sejarah HAKI
Undang-undang mengenai HAKI
pertama kali ada di Venice, Italia yang menyangkut masalah paten pada
tahun 1470. Penemu-penemu yang muncul dalam kurun waktu tersebut dan
mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka diantaranya adalah Caxton,
Galileo dan Guttenberg. Hukum-hukum tentang paten tersebut kemudian
diadopsi oleh kerajaan Inggris tahun 1500-an dan kemudian lahir hukum
mengenai paten pertama di Inggris yaitu Statute of Monopolies
(1623). Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang paten tahun 1791.
Upaya harmonisasi dalam bidang HAKI pertama kali terjadi tahun 1883
dengan lahirnya Paris Convention untuk masalah paten, merek dagang dan desain. Kemudian Berne Convention
1886 untuk masalah copyright atau hak cipta. Tujuan dari
konvensi-konvensi tersebut antara lain standarisasi, pembahasan masalah
baru, tukar menukar informasi, perlindungan mimimum dan prosedur
mendapatkan hak. Kedua konvensi itu kemudian membentuk biro
administratif bernama The United International Bureau For The Protection of Intellectual Property yang kemudian dikenal dengan nama World Intellectual Property Organisation
(WIPO). WIPO kemudian menjadi badan administratif khusus di bawah PBB
yang menangani masalah HAKI anggota PBB. Sebagai tambahan pada tahun
2001 WIPO telah menetapkan tanggal 26 April sebagai Hari Hak Kekayaan
Intelektual Sedunia. Setiap tahun, negara-negara anggota WIPO termasuk
Indonesia menyelenggarakan beragam kegiatan dalam rangka memeriahkan
Hari HAKI Sedunia.
Di Indonesia, HAKI mulai populer
memasuki tahun 2000 – sekarang. Tetapi ketika kepopulerannya itu sudah
mencapa puncaknya, grafiknya menurun. Ketika mengalami penurunan, muncul
lah hukum siber (cyber), yang ternyata perkembangan dari HAKI
itu sendiri. Jadi, HAKI akan terbawa terus seiring dengan ilmu-ilmu yang
baru. seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang tidak pernah
berhenti berinovasi. Peraturan perundangan HAKI di Indonesia dimulai
sejak masa penjajahan Belanda dengan diundangkannya: Octrooi Wet No. 136; Staatsblad 1911 No. 313; Industrieel Eigendom Kolonien 1912; dan Auterswet 1912 Staatsblad
1912 No. 600. Setelah Indonesia merdeka, Menteri Kehakiman RI
mengeluarkan pengumuman No. JS 5/41 tanggal 12 Agustus 1953 dan No. JG
1/2/17 tanggal 29 Agustus 1953 tentang Pendaftaran Sementara Paten.
Pada tahun 1961, Pemerintah RI
mengesahkan Undang-undang No. 21 Tahun 1961 tentang Merek. Kemudian pada
tahun 1982, Pemerintah juga mengundangkan Undang-undang No. 6 Tahun
1982 tentang Hak Cipta. Di bidang paten, Pemerintah mengundangkan
Undang-undang No. 6 Tahun 1989 tentang Paten yang mulai efektif berlaku
tahun 1991. Di tahun 1992, Pemerintah mengganti Undang-undang No. 21
Tahun 1961 tentang Merek dengan Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang
Merek.
C. Macam-macam HAKI
Terdapat macam-macam HAKI yang ada
di dunia ini, khususnya di Indonesia. Pada Prinsipnya HAKI dibagi
menjadi dua kelompok besar, yaitu:
1) Hak Cipta
Pada jaman dahulu tahun 600 SM, seseorang
dari Yunani bernama Peh Riad menemukan 2 tanda baca yaitu titik (.) dan
koma (,). Anaknya bernama Apullus menjadi pewarisnya dan pindah ke
Romawi. Pemerintah Romawi memberikan Pengakuan, Perlindungan dan
Jaminan terhadap karya cipta ayah nya itu. Untuk setiap penggunaan,
penggandaan dan pengumuman ats penemuan Peh Riad itu, Apullus memperoleh
penghargaan dan jaminan sebagai pencerminan pengakuan hak tersebut.
Apullus ternyata orang yang bijaksana, dia tidak menggunakan seluruh
honorarium yang diterimany. Honor titik (.) digunakan untuk keperluan
sendiri sebagai ahli waris, sedangkan honor koma (,) dikembalikan ke
pemerintah Romawi sebagai tanda terima kasih atas penghargaan dan
pengakuan terhadap hak cipta tersebut.
Hak cipta (lambang internasional: ©)
- Pengertian hak cipta menurut Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002:
Hak cipta adalah “hak eksklusif
bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku” (pasal 1 butir 1).
- Pengertian hak cipta menurut Pasal 2 UUHC:
Hak cipta adalah hak khusus
bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya maupun memberi ijin untuk iti dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara
bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan
kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang
dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
2) Hak Kekayaan Industri
Hak kekayaan industri terdiri dari:
Paten merupakan hak khusus yang diberikan
negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, untuk
selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau
memberikan pesetujuannya kepada orang lain untuk melaksanakannya.
1. Merk (Trademark)
Merk adalah tanda yang berupa gambar,
nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari
unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan dipergunakan dalam
kegiatan perdagangan barang dan jasa.
2. Rancangan (Industrial Design)
Rancangan dapat berupa rancangan produk
industri, rancangan industri. Rancanangan industri adalah suatu kreasi
tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi, garis atau warna, atau
garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi
yang mengandung nilai estetika dan dapat diwujudkan dalam pola tiga
dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu
produk, barang atau komoditi industri dan kerajinan tangan.
3. Informasi Rahasia (Trade Secret)
Informasi rahasia adalah informasi di
bidang teknologi atau bisnis yang tidak diketahui oleh umum, mempunyai
nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha dan dijaga
kerahasiannya oleh pemiliknya.
4. Indikasi Geografi (Geographical Indications)
Indikasi geografi adalah tanda yang
menunjukkn asal suatu barang yang karena faktor geografis (faktor alm
atau faktor manusia dan kombinasi dari keduanya telah memberikan ciri
dri kualitas tertentu dari barang yang dihasilkan).
5. Denah Rangkaian (Circuit Layout)
Denah rangkaian yaitu peta (plan) yang
memperlihatkan letak dan interkoneksi dari rangkaian komponen terpadu
(integrated circuit), unsur yang berkemampun mengolah masukan arus
listrik menjadi khas dalam arti arus, tegangan, frekuensi, serta prmeter
fisik linnya.
6. Perlindungan Varietas Tanaman (PVT)
Perlindungan varietas tanamn adalah hak
khusus yang diberikan negara kepada pemulia tanaman dan atau pemegang
PVT atas varietas tanaman yang dihasilkannya untuk selama kurun waktu
tertentu menggunakan sendiri varietas tersebut atau memberikan
persetujun kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya.
Kekayaan intelektual yang
dihasilkan oleh masyarakat asli tradisional ini menjadi menarik karena
rejim ini masih belum terakomodasi oleh pengaturan mengenai hak kekayaan
intelektual, khususnya dalam lingkup intenasional. Pengaturan hak
kekayaan intelektual dalam lingkup internasional sebagaimana terdapat
dalam Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights
(TRIPs), misalnya hingga saat ini belum mengakomodasi
kekayaanintelektual masyarakat asli/tradisional. Adanya fenomena
tersebut, maka dapat dikatakan bahwa perlindungan hukum terhadap
kekayaan intelektual yang dihasilkan masyarakat asli tradisional hingga
saat ini masih lemah. Joseph E. Stiglitz (2007), dalam Making
Globalization Work, mengatakan bahwa hak kekayaan intelektual memiliki
perbedaan mendasar dengan hak penguasaan lainnya.1 Jika rambu hak
penguasaan lainnya adalah tidak memonopoli, mengurangi efisiensi
ekonomi, dan mengancam kesejahteraan masyarakat, maka hak kekayaan
intelektual pada dasarnya menciptakan monopoli. Kekuatan monopoli
menciptakan persewaan monopoli (laba yang berlebih), dan laba inilah
yang seharusnya digunakan untuk melakukan penelitian. Ketidakefisienan
yang berkaitan dengan kekuatan monopoli dalam memanfaatkan pengetahuan
sangatlah penting, karena ilmu pengetahuan dalam ekonomi disebut
komoditas umum. Joseph E. Stiglitz dalam Andri TK, Nasib HAKI
Tradisional Kita, Hukum kekayaan intelektual bersifat asing bagi
kepercayaan yang mendasari hukum adat, sehingga kemungkinan besar tidak
akan berpengaruh atau kalaupun ada pengaruhnya kecil di kebanyakan
wilayah di Indonesia. Hal inilah yang barangkali menjadi halangan
terbesar yang dapat membantu melegitimasi. Ganjar dalam Andri TK, Ibid,
2007 mengatakan penolakan terhadap kekayaan intelektual di Indonesia
yaitu konsep yang sudah lamadiakui kebanyakan masyarakat Indonesia
sesuai dengan hukum adat. Prinsip hukum adat yang universal dan mungkin
yang paling fundamental adalah bahwa hukum adat lebih mementingkan
masyarakat dibandingkan individu. Dikatakan bahwa pemegang hak harus
dapat membenarkan penggunaan hak itu sesuai dengan fungsi hak di dalam
suatu masyarakat.
Kepopuleran konsep harta komunal
mengakibatkan HAKI bergaya barat tidak dimengerti oleh kebanyakan
masyarakat desa di Indonesia. Sangat mungkin bahwa HAKI yang
individualistis akan disalahtafsirkan atau diabaikan karena tidak
dianggap relevan. Usaha‐usaha untuk memperkenalkan hak individu bergaya
barat yang disetujui dan diterapkan secara resmi oleh negara, tetapi
sekaligus bertentangan dengan hukum adat seringkali gagal mempengaruhi
perilaku masyarakat tradisional. Sangat mungkin bahwa masyarakat di
tempat terpencil tidak akan mencari perlindungan untuk kekayaan
intelektual dan akan mengabaikan hak kekayaan intelektual orang lain
dengan alasan yang sama. Di tengah upaya Indonesia berusaha melindungi
kekayaan tradisionalnya, negara-negara maju justru menghendaki agar
pengetahuan tradisional, ekspresi budaya, dan sumber daya genetik itu
dibuka sebagai public property atau public domain, bukan sesuatu yang
harus dilindungi secara internasional dalam bentuk hukum yang mengikat.
D. Konsep HAKI
Setiap hak yang termasuk kekayaan intelektual memiliki konsep yang bernama konsep HAKI. Berikut ini merupakan konsep HAKI:
- Haki kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (UU & wewenang menurut hukum).
- Kekayaan hal-hal yang bersifat ciri yang menjadi milik orang.
- Kekayaan intelektual kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual
manusia (karya di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra) –
dihasilkan atas kemampuan intelektual pemikiran, daya cipta dan rasa
yang memerlukan curahan tenaga, waktu dan biaya untuk memperoleh
“produk” baru dengan landasan kegiatan penelitian atau yang sejenis2.
E. Dasar HAKI Karya Intelektual
Berbagai karya intelektual memiliki dasar-dasar tersendiri. Berikut ini merupakan dasar dari HAKI Karya Intelektual:
- Hasil suatu pemikiran dan kecerdasan manusia, yang dapat berbentuk
penemuan, desain, seni, karya tulis atau penerapan praktis suatu ide.
- Dapat mengandung nilai ekonomis, dan oleh karena itu dianggap suatu aset komersial.
F. Bentuk (Karya) Kekayaan Intelektual
Terdapat berbagai macam bentuk
karya intelektual yang dapat digolongkan ke dalam bentuk HAKI. Berikut
ini merupakan bentuk (karya) kekayaan intelektual:
- Penemuan
- Desain Produk
- Literatur, Seni, Pengetahuan, Software
- Nama dan Merek Usaha
- Know-How & Informasi Rahasia
- Desain Tata Letak IC
- Varietas Baru Tanaman
G. Tujuan Penerapan HAKI
Setiap hak yang digolongkan ke
dalam HAKI harus mendapat kekuatan hukum atas karya atau ciptannya.
Untuk itu diperlukan tujuan penerapan HAKI. Berikut ini merupakan tujuan
penerapan HAKI:
- Antisipasi kemungkinan melanggar HAKI milik pihak lain
- Meningkatkan daya kompetisi dan pangsa pasar dalam komersialisasi kekayaan intelektual
- Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan strategi penelitian, usaha dan industri di Indonesia.
H. Pengaturan HAKI di Indonesia
Pengaturan HAKI secara pokok
(dalam UU) dapat dikatakan telah lengkap dan memadai. Dikatakan lengkap,
karena menjangkau ke-7 jenis HAKI yang telah disebutkan di atas.
Dikatakan memadai, karena dalam kaitannya dengan kondisi dan kebutuhan
nasional, dengan beberapa catatan, tingkat pengaturan tersebut secara
substantif setidaknya telah memenuhi syarat minimal yang ditentukan pada
Perjanjian Internasional yang pokok di bidang HAKI.
Sejalan dengan masuknya Indonesia
sebagi anggota WTO/TRIP’s dan diratifikasinya beberapa konvensi
internasional di bidang HAKI sebagaimana dijelaskan pada pengaturan HAKI
di internasional tersebut di atas, maka Indonesia harus menyelaraskan
peraturan perundang-undangan di bidang HAKI. Untuk itu, pada tahun 1997
Pemerintah merevisi kembali beberapa peraturan perundangan di bidang
HAKI, dengan mengundangkan:
- Undang-undang No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang
No. 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 7
Tahun 1987 tentang Hak Cipta
- Undang-undang No. 13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1989 tentang Paten
- Undang-undang No. 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek
Selain ketiga undang-undang tersebut di atas, undang-undang HAKI yang menyangkut ke-7 HAKI antara lain:
1) Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
2) Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
3) Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merk
4) Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
5) Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
6) Undang-undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
7) Undang-undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
Dengan pertimbangan masih perlu
dilakukan penyempurnaan terhadap undang-undang tentang hak cipta, paten,
dan merek yang diundangkan tahun 1997, maka ketiga undang-undang
tersebut telah direvisi kembali pada tahun 2001. Selanjutnya telah
diundangkan:
- Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
- Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (khusus mengenai
revisi UU tentang Hak Cipta saat ini masih dalam proses pembahasan di
DPR)
I. Lingkup Perlindungan HAKI
HAKI memiliki ruang lingkup untuk
mengetahui berbagai jenis hak intelektual yang dilindungi. Berikut ini
merupakan lingkup perlindungan HAKI:
a. Hak Cipta (Copyright)
World Intellectual Property Organization (WIPO) pada tahun 2001 telah menetapkan tanggal 26 April sebagai Hari Hak Kekayaan Intelektual Sedunia:
b. Hak Milik Industri (Industrial Property)
c. Paten
d. Paten Sederhana
e. Merek & Indikasi Geografis
f. Desain Industri
g. Rahasia Dagang
h. Desain Tata Letak Sirkit Terpadu
i. Perlindungan Varietas Tanaman Hak Cipta (copyright)
j. Melindungi sebuah karya
k. Hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin
untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut Peraturan Perundangundangan yang berlaku.
l. Orang lain berhak membuat karya lain
yang fungsinya sama asalkan tidak dibuat berdasarkan karya orang lain
yang memiliki hak
cipta. Hak-hak tersebut adalah sebagai berikut:
- hak-hak untuk membuat salinan dari ciptaannya tersebut,
- hak untuk membuat produk derivative
- hak-hak untuk menyerahkan hak-hak tersebut ke pihak lain.
m. Hak cipta berlaku seketika setelah ciptaan tersebut dibuat.
n. Hak cipta tidak perlu didaftarkan terlebih dahulu.
Ciptaan yang dapat dilindungi oleh UU Hak Cipta, diantaranya sebagai berikut:
- Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan dan semua hasil karya tulis lain.
- Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang diwujudkan dengan cara diucapkan.
- Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
- Seni rupa dengan segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni
ukir, seni kaligrafi, seni pahat,seni patung, kolase dan seni terapan,
seni batik, fotografi.
- Ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks.
- Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, pantomim, sinematografi.
- Arsitektur, Peta.
- Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
Hukum Kekayaan Intelektual (HAKI)
di bidang hak cipta memberikan sanksi jika terjadi pelanggaran terhadap
tindak pidana di bidang hak cipta yaitu pidana penjara dan/atau denda,
hal ini sesuai dengan ketentuan pidana dan/atau denda dalam UU No. 19
Tahun 2002 tentang Hak Cipta sebagai berikut:
- Pasal 72 ayat (1) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak
melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau
Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling
sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling
lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,-
(lima miliar rupiah).
- Pasal 72 ayat (2) : Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan,
memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau
barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta
rupiah).
- Pasal 72 ayat (3) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak
memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program
komputer, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
- Pasal 72 ayat (4) : Barangsiapa melanggar Pasal 17 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
- Pasal 72 ayat (5) : Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19,
Pasal 20, atau Pasal 49 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,-
(seratus lima puluh juta rupiah).
- Pasal 72 ayat (6) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak
melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,-
(seratus lima puluh juta rupiah).
- Pasal 72 ayat (7) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak
melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh
juta rupiah).
- Pasal 72 ayat (8) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak
melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh
juta rupiah).
- Pasal 72 ayat (9) : Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
- Pasal 73 ayat (1) : Ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak
pidana hak cipta atau hak terkait serta alat-alat yang digunakan untuk
melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh negara untuk dimusnahkan.
- Pasal 73 ayat (2) : Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di
bidang seni dan bersifat unik, dapat dipertimbangkan untuk tidak
dimusnahkan.
Jelasnya yang dimaksud dengan
“bersifat unik” adalah bersifat lain daripada yang lain, tidak ada
persamaan dengan yang lain, atau yang bersifat khusus. Ketentuan pidana
tersebut di atas, menunjukkan kepada pemegang hak cipta atau pemegang
hak terkait lainnya untuk memantau perkara pelanggaran hak cipta kepada
Pengadilan Niaga dengan sanksi perdata berupa ganti kerugian dan tidak
menutup hak negara untuk menuntut perkara tindak pidana hak cipta kepada
Pengadilan Niaga dengan sanksi pidana penjara bagi yang melanggar hak
cipta tersebut. Ketentuan-ketentuan pidana dalam UU No. 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta dimaksudkan untuk memberikan ancaman pidana denda yang
paling berat, paling banyak, sebagai salah satu upaya menangkal
pelanggaran hak cipta, serta untuk melindungi pemegang hak cipta.
- Tinjauan Umum tentang Pengetahuan Tradisional (Traditional Knowledge = TK)
Harmonisasi antaara pengetahuan
modern dan pengetahuan tradisional merupakan hal penting dalam
pencapaian pembangunan yang berkelanjutan, konsep yang mengedepankan
bahwa kebutuhan untuk pembangunan selaras dengan kebutuhan untuk
pelestarian yang dapat berlangsung tanpa membahayakan lingkungan
sekitarnya. Sebagai konsekuensinya, TK telah mendapat arti penting dan
menjadi isu baru dalam perlindungan HAKI. Istilah TK sebenarnya dapat
diterjemahkan sebagai pengetahuan tradisional. TK merupakan masalah
hukum baru yang berkembang baik ditingkat nasional maupun internasional.
TK telah muncul menjadi masalah hukum baru disebabkan belum ada
instrumen hukum domestik yang mampu memberikan perlindungan hukum secara
optimal terhadap TK yang saat banyak dimanfaatkan oleh pihak yang tidak
bertanggung jawab. Di samping itu, di tingkat internasional TK ini
belum menjadi suatu kesepakatan internasional untuk memberikan
perlindungan hukum. Istilah TK adalah istilah umum yang mencakup
ekspresi kreatif, informasi, know how yang secara khusus mempunyai
ciri-ciri sendiri dan dapat mengidentifikasi unit sosial. TK mulai
berkembang dari tahun ketahun seiring dengan pembaharuan hukum dan
kebijakan, seperti kebijakan pengembangan pertanian, keragaman hayati
(intellectual property).
WIPO menggunakan istilah TK untuk
menunjuk pada kesusasteraan berbasis tradisi, karya artistik atau
ilmiah, pertunjukan, invensi, penemuan ilmiah, desain, merek, nama dan
simbol, informasi yang tidak diungkapkan, dan semua inovasi dan kreasi
berbasis tradisi lainnya yang disebabkan oleh kegiatan intelektual dalam
bidang-bidang industri, ilmiah, kesusasteraan atau artistik. Gagasan
”berbasis tradisi” menunjuk pada sistem pengetahuan, kreasi, inovasi dan
ekspresi cultural yang umumnya telah disampaikan dari generasi ke
generasi, umumnya dianggap berkaitan dengan masyarakat tertentu atau
wilayahnya, umumnya telah dikembangkan secara non sistematis, dan terus
menerus sebagai respon pada lingkungan yang sedang berubah.
J. Perlindungan Hukum HAKI Dalam Kesenian Tradisional di Indonesia
1. Pelindungan Preventif
Kebudayaan (seni dan budaya)
semakin disadari sebagai sebuah fenomena kehidupan manusia yang paling
progresif, baik dalam hal pertemuan dan pergerakan manusia secara fisik
ataupun ide/gagasan serta pengaruhnya dalam bidang ekonomi. Karenanya
banyak negara yang kini menjadikan kebudayaan (komersial atau non
komersial) sebagai bagian utama strategi pembangunannya. Selanjutnya,
dalam jangka panjang akan terbentuk sebuah sistem industri budaya.
Dimana kebudayaan bertindak sebagai faktor utama pembentukan pola hidup,
sekaligus mewakili citra sebuah komunitas. Di Indonesia, poros-poros
seni dan budaya seperti Jakarta, Bandung, Jogja, Denpasar (Bali) telah
menyadari hal ini dan mulai membangun sistem industri budayanya
masing-masing. Meski dalam beberapa kasus, industri budaya lebih
merupakan ekspansi daripada pengenalan kebudayaan, tetapi dalam beberapa
pengalaman utama,industri budaya justru merangsang kehidupan masyarakat
pendukungnya. Industri budaya akan merangsang kesadaran masyarakat
untuk melihat kembali dirinya sebagai aktor penting kebudayaannya.
2. Perlindungan Represif
Perlindungan represif hak
kekayaan intelektual terhadap kesenian tradisional di Indonesia terdapat
juga dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Pencipta atau ahli warisnya atau pemegang hak cipta, dimana dalam hal
kesenian tradisional hak ciptanya dipegang oleh Negara, berhak
mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran
hak ciptanya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau
hasil perbanyakan ciptaan itu. Pemegang hak cipta juga berhak memohon
kepada Pengadilan Niaga agar memerintahkan penyerahan seluruh atau
sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah,
pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran karya ciptaan atau barang
yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta. Gugatan pencipta atau ahli
warisnya yang tanpa persetujuannya itu diatur dalam Pasal 55 UU No. 19
Tahun 2002 tentang Hak Cipta, yang menyebutkan bahwa penyerahan hak
cipta atas seluruh ciptaan kepada pihak lain tidak mengurangi hak
pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat yang tanpa persetujuannya:
- Meniadakan nama pencipta pada ciptaan itu;
- Mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya;
- Mengganti atau mengubah judul ciptaan; atau
- Mengubah isi ciptaan.
Prospek hukum hak kekayaan
intelektual di Indonesia dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi
kesenian tradisional dari pembajakkan oleh negara lain adalah:
- Pembentukan perundang-undangan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat lokal;
- Pelaksanaan dokumentasi sebagai sarana untuk defensive protection dengan melibatkan masyarakat atau LSM dalam proses efektifikasi dokumentasi dengan dimotori Pemerintah Pusat dan Daerah;
- Menyiapkan mekanisme benefit sharing yang tetap.